Text
The Haze Inside
Kisah novel The Haze Inside mengisahkan tentang empat orang sahabat, yang terdiri dari Ajis, Umar, Ghazi dan Rigel. Keempat sahabat ini memulai perjalanan sekolahnya dengan ruang lingkup lingkan di Pondok Pesantren. Dalam kehidupan pondok pesantren segala peraturan dan disiplin yang kuat untuk mengajarkan anak-anak muridnya.
Aiu Ahra, seorang penulis dalam membuat novel ini juga menempatkan karakter seperti Ajis, Umar, Ghazi dan Rigel seperti anak-anak pada umumnya yang seumuran dengan mereka. Karena hal ini membutuhkan pengalaman serta pengetahuan untuk terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik, lebih dewasa dan bijak dalam mengambil segala keputusan untuk masa depannya.
Dari keempat karakter yang dibangun oleh penulis dalam menceritakan kisahnya mempunyai latar sebuah kehidupan santri yang sedang menimba ilmu di Pondok Pesantren ternama di daerah kota besar. Tokoh tersebut masing-masing mempunyai sifat dan karakter yang unik serta menarik untuk dijabarkan satu per satu.
Berada di pondok pesantren yang sama juga tidak membuat hubungan antara Ghazi dan Rigel menjadi sahabat yang baik. Suatu ketika Rigel mulai bertanya terhadap sikap Ghazi yang dingin. Rigel sebagai anak laki-laki seperti kebanyakan yang tidak banyak kompromi dan neko-neko dalam banyak hal, namun ia memiliki jarak dengan Ayahnya.
Untuk Ajis berbeda lagi karakternya yang mempunyai sifat lebih adaptif dan selalu membuat persahabatan mereka menjadi lebih hidup dengan tingkah aneh dan lucunya. Misalnya, seperti ia suka makan dan selalu merasa kelaparan serta Ajis juga suka mengambil jatah makanan dari rekan-rekannya. Sementara untuk Umar ia mempunyai prestasi yang lebih baik dan selalu menjadi anak kebanggaan baik di sekolah maupun di keluarga.
Bahkan, ia menjadi anak teladan dan dambaan bagi orang tua. Ghazi memiliki karakter yang berbeda dengan teman – teman lainnya, ia mempunyai sifat pendiam dan selalu memasang wajah datar, sehingga Ghazi sebagai anak yang susah ditebak karakter anaknya, namun sekali melakukan satu misi ia akan menjadi anak yang luar biasa serta setia kawan.
Setelah menimba ilmu di pondok pesantren, Rigel saat ini berada di persimpangan jalan, karena akan lulus dari pesantren namun ia tidak tahu, hal apa yang harus dilakukan setelah masa wajib belajar sembilan tahunnya selesai? Apakah ia harus bekerja? Ataukah lanjut ke universitas? Tetapi jurusan apa? Apa profesi yang ingin dia lakukan? Rigel pun menjadi buntu.
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, Rigel tidak mengetahui jawabannya harus seperti apa. Karena lulusan dari pondok pesantren sering dianggap akan menjadi ustadz atau ustadzah ketika kelak lulus. Tetapi, Rigel tidak mau menjadi ustadz, mimpinya justru di tempat lain, namun masalahnya ia belum tahu cita-citanya.
Lalu, apakah cita-cita dan keinginan mereka semua dapat tercapai dan persahabatan mereka berdua jadi tambah erat?
Tidak tersedia versi lain